B A N I M O E K T I

Loading

Amanat yang Tertunda dari Ide Besar

img

Dua tahun terakhir, ada satu tema besar yang menjadi bahasan utama ketika Keluarga Besar H. Mukti Mustadjab berkumpul. Di tengah suasana gayengnya lebaran bersama seluruh keluarga besar juga sanak kadang dan para tetangga di `Hotel` istimewa peninggalan Mukti Mustadjab, tema besar yang masuk bahasan utama itu adalah rencana penyerahan seluruh aset peninggalan almarhum untuk dikelola generasi penerusnya. Tak semua kerabat bisa ikut ambil bagian dalam rapat tersebut. Yang pasti, berdasarkan etika, juga menurut pansus (panitia khusus) yang entah sejak kapan terbentuk, yang bisa ikut dalam pertemuan penting ini hanyalah para keluarga inti Mukti Mustadjab. Terdiri dari generasi Mukti Mustadjab pertama, kedua, ketiga, keempat (generasi keempat sepertinya belum ada, namun tak ada salahnya dicatatkan terlebih dahulu karena suatu saat generasi itu pasti datang, red). “Penyerahan aset, itu adalah gagasan besar. Tidak bisa dipikul dengan sebelah bahu. Juga tidak cukup hanya dengan pertemuan setahun sekali. Minimal harus ada pertemuan lanjutan dan komunikasi intensif untuk membicarakan masalah tersebut. Ini benar-benar gagasan besar. Sebab, setelah aset diserahkan, bagaimana dengan proyeksi jangka panjangnya. Mau diapakan? Bentuknya bagaimana?,” kata Dr Thini Nurul Rohmah yang sejak dua tahun lalu mendapat amanat bersama Prof Arifin untuk menjajaki kemungkinan tersebut. Sejak mencuatnya gagasan itu dari generasi pertama: H. Arifin Rohman, Soepadmi, Hj Roekmini, Hj Roestimah, Hj, Moersita, Muji Bekti, BA, Prof Dr Ir M. Muslich Mustadjab, Msc, ide pun bergulir. Lebaran 1426 H silam sudah muncul ide untuk membangun sebuah yayasan. Terjadi dialog yang cukup hangat ketika itu. H Arifin Rohman yang menjadi narasumber utama sekaligus juru bicara generasi pertama mengatakan, yayasan tersebut diperlukan untuk nantinya bisa mengelola aset yang bakal dilimpahkan tersebut. Hingga akhirnya muncul penugasan pertama kepada generasi kedua. Penugasan itu terkait dengan kemungkinan penjajakan untuk mendirikan sebuah yayasan. Termasuk di dalamnya mekanisme apa yang ditempuh sebagai syarat berdirinya sebuah yayasan. Ketika itu, generasi kedua yang dibebani tugas tak ringan itu adalah Prof Arifin dan Dr Thini. Kendati masih dalam tataran ide, masih jauh panggang dari api, sudah bermunculan usulan nama jika yayasan itu benar-benar berdiri. Usulan nama yang paling banyak masuk ternyata tak jauh dari dua kata; Mukti dan Mustadjab. Setahun berselang, persisnya lebaran tahun lalu, bahasan utama itu kembali mengemuka. Hanya saja kali ini lebih mengerucut ketimbang tahun sebelumnya yang masih serba grambyangan. Prof Arifin dan Dr Thini yang sudah melakukan pengumpulan berbagai informasi dan juga barangkali observasi, diperoleh simpulan jika dibentuk sebuah yayasan ternyata pengelolaannya tidak segampang yang dibayangkan. Malah terkesan terlalu rumit karena harus berurusan dengan undang-undang dan juga hukum. Dari simpulan itu muncul ide yang lebih cair, yaitu membentuk sebuah paguyuban. Nampaknya gayung bersambut. Sebab, paguyuban rasanya lebih familier di telinga. Lebih gampang sosilisasinya. Lebih fleksibel cara kerjanya dengan tidak menafikan yang namanya tanggung jawab dari generasi kedua kepada generasi pertama yang sudah memberikan amanat. Ketika itu muncul kata sepakat, generasi pertama untuk segera menginventaris “harta” yang nantinya bakal diserahkan ke paguyuban. Bentuk pasti paguyuban secara resmi memang belum ada. Namun itu bukan masalah yang berarti, sebab SDM di keluarga besar Mukti Mustadjab ibarat tinggal comot pasti jadi. Ibaratnya lagi, sudah ada menu favorit garang asem di meja makan dan tinggal menyantapnya. Pasti lezat. Pasti mak nyuss. Pasti yang terpilih di jajaran teras paguyuban nantinya adalah pilihan yang terbaik. Dan tentu mumpuni. Kini tinggal menanti, rekomendasi apa yang bakal muncul di rapat pansus 1428 H ini?

"Keluarga bukan hanya pilar masyarakat, tetapi juga inti kehidupan kita. Ini adalah tempat di mana cinta dimulai, di mana kita belajar tentang kompromi dan pengorbanan, dan di mana kita menemukan kekuatan untuk melewati hari-hari sulit." - Ralph Waldo Emerson