B A N I M O E K T I

Loading

Profesor Ketujuh

img

Jelang era tujuhpuluhan masyarakat desa Kenduruan, sebagaimana pada umumnya desa lain di tanah Jawa ini masih dirundung aneka keterbatasan. Keterbatasan ekonomi khususnya mempunyai dampak luas pada bidang yang lain. termasuk dampak kemudahan akses memperoleh Pendidikan berkualitas. Kala itu mayoritas penduduk belum memandang pendidikan sebagai modal yang dapat mengangkat taraf hidup mereka, sehingga masih sedikit yang mementingkannya. Rata-rata mereka mengenyam pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar, itupun tidak semuanya tamat, kecuali yang sedikit.

Keluarga Bani Soekoer adalah salah satu diantara keluarga yang mulai terbuka wawasannya tentang pentingnya pendidikan, terutama pada tataran generasi cucu yang mulai merasa butuh jenjang sekolah yang lebih tinggi dan didesa belum tersedia. Sebagai imbasnya, demi memperoleh pendidikan lebih baik mereka mesti rela meninggalkan kampung halaman berpisah dengan orang tua dan keluarganya.
Memasuki lingkungan baru, suasana baru dan dalam kondisi terpisah dari orang tua mereka tentu butuh sosok mentor yang bisa menjadi pembimbing, pengarah dan panutan. Siapa dan Dimana mentor yang diharapkan inilah yang kemudian menjadi arah kemana putra-putrinya akan dititipkan. Secara alami dalam menetapkan kemana menjatuhkan pilihan sekolah untuk keluarganya, putra-putri Bani Soekoer yang meliputi sembilan keluarga berdasarkan letak geografis desa Kenduruan terbagi dalam dua pilihan yaitu ke wilayah Barat dan ke wilayah Timur.
Wilayah Barat mengarah ke Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta sedangkan wilayah Timur mengarah ke Jawa Timur. Sebahagian besar dari Sembilan keluarga putra-putri Bani Soekoer mengarahkan pendidikan keluarganya ke wilayah Barat dan hanya satu keluarga yang ke wilayah Timur yaitu keluarga Bani Moekti.

Keluarga Bani Moekti adalah satu satunya yang memilih wilayah Timur sebagai tempat mengembangkan pendidikan keluarganya, khususnya kota Surabaya dan Malang. Pemilihan wilayah Timur tentu mempunyai alasan yang rasional, dan ternyata memang dapat dimengerti karena para tutor dari keluarga ini ada di Surabaya dan Malang. Strategi dan seni mengelola keluarga yang tepat yang dinafasi perjuangan dan iringan doa kepada Tuhan yang maha kuasa. Kesatuan komando dan kebersamaan keluarga Bani Moekti dalam memandang permasalahan merupakan faktor penting yang mempunyai andil dalam mengantar keberhasilan kelurga dibidang Pendidikan dan kesejaheran

Migrasi Sekolah.
Secara teknis, upaya memperoleh kualitas pendidikan yang lebih baik antara lain dilakukan dengan memindahkan dari sekolah yang belum berkembang ke sekolah yang lebih maju dan cara ini merupakan kebiasaan keluarga ini. Para sesepuh sekaligus tutor dalam keluarga ini yang dimotori Bp. Arifin Rochman, sebagian besar berlatarbelakang pendidik, sehingga menyadari bahwa pendidikan menjadi bekal penting bagi generasi penerus untuk mempersiapkan diri menyongsong hari depannya, oleh karena itu perlu diperjuangkan. Kala itu kualitas pendidikan belum merata, khususnya didaerah pedesaan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan perkotaan, dampaknya lulusan sekolah di daerah sulit bersaing dengan lulusan perkotaan untuk bisa memperoleh kesempatan di perguruan tinggi. Sebagai Upaya memperkecil ketertinggalan, beliau mencangkokan mereka kesekolah yang lebih maju di kota dengan cara menjadikan murid pindahan. Kebiasaan pindah sekolah ini dinamai “Tradisi Migrasi Sekolah”, yaitu memindahkan sekolah dari desa ke sekolah di kota adalah cara yang ditempuh oleh para sesepuh untuk mempersiapkan penerusnya agar dapat bersaing memperebutkan bangku di perguruan tinggi dan alhamdulillah cara ini cukup berhasil.

Sarjana Pertama dari Kenduruan.
Bidang pendidikan pada tahun 1978 adalah saat menuai hasil, karena para generasi yang dikirim untuk melanjutkan sekolah baik yang ke wilayah Barat maupun wilayah Timur saatnya mulai menyelesaikan studinya, salah satu diantaranya adalah M. Muslich Mustajab yang berkesempatan melanjutkan kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Barawijaya Malang. Alhamdulillah beliau berhasil menyelesaikan pada tahun itu, dan ternyata keberhasilan Eyang Muslich saat itu menjadi orang pertama, sarjana pertama dari generasinya dalam keluarga besar Bani Soekoer. Konon saat itu sempat diucapkan oleh salah seorang keluarga dari Bani Soekoer yang bernama Bp. Sanusi*) bahwa, Muslich adalah orang pertama dari Kenduruan yang berhasil meraih gelar sarjana. Menurut beliau bukan hanya sarjana pertama dalam keluarga tetapi juga sarjana pertama dalam lingkup desa Kenduruan. Puji Syukur patut selalu kita haturkan kepada Allah Tuhan yang Maha pemurah dan pengasih atas rahmadnya mengkaruniakan keberhasilan kepada keluarga kita. Selanjutnya semogalah keberhasilan ini bisa menjadi inspirasi dan tauladan bagi generasi berikutnya dan masyarakat Kenduruan pada masanya.
*) Bapak Sanusi almarhum adalah cucu tertua dari Haji Soekoer, beliau dikenal sangat dekat dengan kakeknya Haji Soekoer sehingga banyak Riwayat yang beliau ketahui tentangnya (sanadnya nyambung langsung).

Profesor ketujuh.

Dunia Pendidikan sepertinya tidak pernah jauh dari minat keluarga Bani Moekti, Eyang Muslich yang sejak bayi sudah yatim ini diasuh oleh kakak-kakaknya berlatar belakang guru, sehingga tidak heran kalau gelar insinyur pertanian yang diraihnya kemudian lebih dimanfaatkan untuk Pendidikan. Karir sebagai pengajar di almamaternya membawa putra bungsu Bani Moekti ini mencapai puncaknya pada tahun 1999, karena pada saat itu jabatan tertinggi sebagai Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Barawijaya mampu diraihnya.
Profesor merupakan jabatan tertinggi yang dapat dicapai seseorang dalam karir akademik, menunjukkan kemampuan dan keahlian yang tinggi di bidang tertentu. juga merupakan pengakuan dan kehormatan dari komutitas akademik dan masyarakat atas reputasi dan kredibilitas keilmuannya. Sebagai Dosen capaian jabatan akademik Profesor tentulah menjadi saat yang diidamkan karena akan semakin memantapkan kapasitas sebagai pengajar yang diakui keilmuannya.
Ibarat gayung bersambut, internal Bani Moekti yang memiliki 152 orang anggota, 13 orang diantaranya berprofesi sebagai dosen itu, satu persatu menyusul melengkapkan statusnya menjadi guru besar mulai dari Eyang Muslich pada tahun 1999, Pakde Ariffin tahun 2006, Pakde Agus tahun 2008, Bude Noermijati tahun 2016, Bude Thinni tahun 2023, Pakde Imam tahun 2024 dan yang terakhir tahun ini 2025 Pakde Budi sebagai Profesor yang ketujuh.
Capaian karir ini pastilah membuat beliau bangga, tetapi tidak hanya beliau, Keluarga Besar Bani Moekti pun ikut berbangga hati. Bagaimana tidak, dengan dikukuhkannya Mas Budi sebagai Guru Besar berarti melengkapkan jumlah profesornya menjadi tujuh orang dan kini kita doakan para dosen lainnya dapat segera menyusul antara lain: Bude Ida, Bude Wawa, Bude Wiwit, Mas Ruza dan Mbak Ghea.
Anggota Bani Moekti yang sudah mencapai jabatan akademik Profesor antara lain:
1. Tahun 1999 Prof. Dr. Ir. M Muslich Mustajab, M.Sc.
2. Tahun 2006 Prof. Dr. Ir. Arifin, MS.
3. Tahun 2008 Prof. Ir. Agus Suprapto, M.Sc. Ph.D.
4. Tahun 2016 Prof. Dr. Dra. Noermijati, MTM.
5. Tahun 2023 Prof. Dr. Dra. Thinni Nurul Rochmah, M.Kes.
6. Tahun 2024 Prof. Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc.
7. Tahun 2025 Prof. Dwi Budi Santoso, SE, MS., Ph.D.

"Keluarga bukan hanya pilar masyarakat, tetapi juga inti kehidupan kita. Ini adalah tempat di mana cinta dimulai, di mana kita belajar tentang kompromi dan pengorbanan, dan di mana kita menemukan kekuatan untuk melewati hari-hari sulit." - Ralph Waldo Emerson