
MENJADI ANGGOTA KE 150
Satu bulir gabah ditanam kemudian tumbuh dan menghasilkan setangkai padi dengan 27 bulir gabah, ini ibarat gambaran berkebangnya anak manusia yang bearasal dari tubuh yang satu kemudian berpasangan dan berkembang biak menjadi banyak sampai tak terhitung. Demikian pula dengan Bani Moekti yang berawal dari sepasang anak manusia kemudian berkembang melalui perkawinan dan kelahiran, dalam tempo 85 tahun telah berkembang menjadi 150 orang.
\r\nBulan September 2024 anggota Bani Moekti berkesempatan pergi bersama bercengkerama dan wisata ke Bandung, dalam rangka menghadiri acara pernikahan Yahya Taqiuddin Robbani (Yahya) bin Arif Imam Suroso dengan Nisrina Hasna binti Didin Ahmad Hafiz. Tidak kurang 6 mobil dari Jakarta dan Malang dan separuh gerbong kereta api Turangga dari Surabaya serta moda transport lain dari Malang digunakan para anggota Bani Moekti menuju Bandung, atau sekitar 56 orang anggota Bani Moekti dari Surabaya, Malang dan Jakarta hadir mangayubagyo hajatan saudara kita Arif Imam Suroso menikahkan putranya. Pernikahan Yahya dengan Nisrina bagi keluarga brsar Bani Moekti merupakan catatan telah terjadi pertambahan satu anggota baru menjadi 150 orang atau dengan kata lain Nisrina Hasna isteri Yahya adalah anggota Bani Moekti yang ke 150.
Ditengah berkembangnya jaman dan keluarga, kesempatan berkumpul dengan keluarga besar sudah mulai langka, tetapi pada even tertentu kadang justru memungkinkan untuk bisa berkumpul karena ada pertimbangan khusus bagi masing masing keluarga untuk menyempatkan, memprioritaskan untuk bisa hadir, diantaranya adalah saat hajatan pernikahan. Pada kesempatan yang Istimewa seperti ini meskipun waktunya hanya singkat, lasimnya selalu dimanfaatkan untuk menyambung silaturahim. Pola pertemuan insidentil semacam ini akan sangat bermanfaat kalau bisa dikelola dengan baik, diantaranya apabila bisa diciptakan sarana pengikatnya.
Diluar kebahagiaan keluarga Saudara kita Imam dan kekhidmatan acara pernikahan Yahya dengan Nisrina, ada kegembiraan dari para hadirin dari luar Bandung yang patut kita catat, khususnya rombongan Surabaya yang naik Kereta Api Turangga Surabaya-Bandung-Surabaya. Rombongan ini menempati separuh dari gerbong eksekutif AA yang terdiri dari ayah-ibu-anak dari sekian keluarga, dengan habit keluarga yang pasti berbeda-beda. Namun saat mereka disatukan dalam kepentingan yang sama yaitu perjalanan aman lancar dalam satu gerbong kereta yang sama, terlihat kebersamaan mereka saling membantu dan berkolaborasi. Dari awal para orang tua (G2) menyerahkan manajemen perjalanan kepada anak-anak G3, dan memang mereka mampu, moto dari kita, oleh kita dan untuk kita bisa mereka terapkan dengan baik. Kesan indah dalam kebersamaan keluarga ini akan lebih terasa luarbiasa kalau suatu saat bisa kita kembangkan dalam skala kelaurga yang lebih besar melibatkan seluruh anggota keluarga.